Diduga Bayar Polisi, Berry Betrandus Usir Warga Menggunakan Dalil PETI

EMMCTV-Pelaku tambang ilegal yang sedang populer di Kabupaten Minahasa Tenggara khususnya wilayah Ratatotok, Berry Bertandus diduga membayar aparat kepolisian untuk memasang garis polisi dan mengusir warga keluar dari lahan mereka sendiri. Tindakan Berry ini ditengarai lantaran krisis material di lahan yang selama ini dieksploitasi Berry Bertandus.

Pemilik lahan, berdasarkan Surat Ukur Desa Tahun 1985 Lole Pantow mengatakan, entah khawatir karena produksi menipis, Berry dalam beberapa kesempatan pernah menemui Ahli Waris Lole Pantow untuk meminta kerjasama dengan skema pembagian keuntungan 70:30 dimana Berry 70 persen dan ahli waris 30 persen.

Namun presentasi awal berry yang menyatakan biaya pembuatan bak rendaman terlalu besar membuat keluarga ahli waris yakin Berry punya motivasi meraup keuntungan terlampau tinggi.

Ahli waris memutus untuk tidak bekerja sama dengan Berry.

Selanjutnya, Berry mulai beraksi dengan cara –  cara kotor untuk menyerobot lahan Lole Pantow. Dia mulai membangun bak pengolahan material emas yang memakan sebagian lahan milik Lole Pantow tersebut.

Berry mulai menggunakan alasan lahan Lole Pantow masuk wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) milik PT Minselano yang sesungguhnya sudah selesai.

Hingga pada akhirnya, segerombolan polisi datang memasang garis polisi di lahan milik Lole Pantow. Akibat police line itu, keluarga besar Ahli waris Nusa Pantow praktis tidak bisa mencari nafkah karena misi Berry Bertandus menutup lokasi itu berhasil.

“Dia minta kerja sama. Tapi kami tidak mau. Sekarang dia serobot, Lalau pake polisi pasang police line,” ujar Lole.

Fence Pantou, juru bicara Ahli Waris Lole Pantow yakin sangat tidak mungkin tambang ilegal menjadi alasan kepolisian lantaran aktivis pertambangan di daerah Ratatotok sudah berlangsung puluhan tahun. Bahkan satu dekade terakhir pertambangan di sana sudah melibatkan cukong asing yang tidak pernah ditindak Aparat penegak hukum. Diduga, Berry didanai bos asing, Rollan dari Singapura.

“Satu hamparan di Ratatotok itu ilegal. Tidak ada yang legal. Tapi kenapa hanya lahan kami atau aktivitas kami yang ditutup? Lalu apa istimewanya PETI yang lain dibuka atau dibiarkan?,” ujar Fence Pantow.(ges)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *